Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses metamorfisme
Komposisi
batuan asal sangat mempengaruhi pembentukan himpunan mineral baru, demikian
pula dengan suhu dan tekanan. Suhu dan tekanan tidaklah berperan langsung, akan
tetapi juga ada atau tidaknya cairan serta lamanya mengalami panas dan tekanan
yang tinggi, dan bagaimana tekanannya, searah, terpuntir dan sebagainya.
1.
Pengaruh cairan terhadap reaksi kimia
Pori-pori
yang terdapat pada batuan sedimen atua batuan beku terisi ole cairan (fluida),
yang merupakan larutan dari gas-gas, garam dan mineral yang terdapat pada
batuan yang bersangkutan. Pada suhu yang tinggi intergranular ini lebih
bersifat uap dan pada cair, dan mempunyai peran yang penting dalam metamorfisme.
Di bawah suhu dan tekanan yang tinggi akan terjadi pertukaran unsur dari
larutan ke mineral-mineral dan sebaliknya. Fungsi cairan ini sebagai media
transport dari larutan ke mineral dan sebaliknya, sehingga mempercepat proses
metamorfisme. Jika tidak ada larutan atau jumlahnya sedikit sekali, maka
metamorfismenya akan berlangsung lambat, karena perpindahannya akan melalui
diffusi antar mineral yang padat.
2.
Suhu dan tekanan
Batuan
apabila dipanaskan pada suhu tertentu akan membentukmineral-mineral baru, yang
hasil akhirnya adalah batuan metamorf. Sumber panasnya berasal dari panas dalam
bumi. Batuan dapat terpanaskan oleh timbunan (burial) atau terobosan dapat juga
menimbulkan perubahan tekanan, sehingga sukar dikatakan metamorfisme hanya disebabkan
ole keniakan suhu saja. Tekanan dalam proses metamorfisme bersifat sebagai
stress yang mempunyai besaran serta arah. Tekstur batuan metamorf
memperlihatkan bahwa batuan ini terbentuk di bawah differensial stress, atau
tekanannyatidak sama besar dari segala arah.
Berbeda
dengan batuan beku yang terbentuk melalui lelehan dan di bawah pengaruh uniform
stress, atau mempunyai bersaran yang sama dari semua arah.
3.
Waktu
Untuk
mengetahui berapa lama berlangsungnya proses metamorfisme tidaklah mudah dan
sampai saat ini masih belum diketahui bagaimana caranya.
Dalam
percobaan di laboratorium memperlihatkan bahwa di bawah tekanan suhu tinggi
serta waktu reasi yang lama akan menghasilkan kristal dengan ukuran yang besar.
Dan dalam kondisi yang sebaliknya dihasilkan kristal yang kecil. Dengan
demikian untuk sementara ini disimpulkan bahwa batuan berbutir kasar merupakan
hasil metamorfisme dalam waktu yang panjang serta suhu dan tekanan yang tinggi.
Sebaliknya yang berbutir halus, waktunya pendek serta suhu dan tekanan yang
rendah.
4.
Tipe-tipe metamorfosis
a)
Berdasarkan penyebab/proses utama
•
Dynamic Metamorphism(metamorfisme dynamo), terjadi akibat pengaruh tekanan kuat
dalam waktu yang lama. Contohnya batu sabak.
•
Metamorfosa kontak (Thermal Metamorphism), terjadi akibat pengaruh suhu yang
tinggi karena adanya aktifitas magma. Contohnya marmer.
•
Metamorfosa dinamo-termal (Dynamo-thermal Metamorphism), terjadi akibat
tambahan tekanan dan kenaikan temperatur. Contohnya skis.
b)
Berdasarkan setting
•
Contact Metamorphism
Pyrometamorphism
•
Regional Metamorphism
Orogenic Metamorphism
Burial Metamorphism
Ocean Floor Metamorphism
•
Hydrothermal Metamorphism
•
Fault-Zone Metamorphism
•
Impact or Shock Metamorphism
5.
Fasies dan Seri fasies metamorfosis
Fasies metamorfosis
Sekumpulan
batuan yang masing‐masing
mempunyai paragenesa mineral tertentu; mempunyai keseimbangan P dan T yang
sama. Mineral indikatornya berupa himpunan mineral yang mencirikan kondisi P
& T tertentu.
Seri fasies metamorfosis
Sekumpulan
fasies metamorfosis yang mencirikan suatu daerah secara individu;dalam satu
diagram P‐T
ditunjukkan oleh satu kurva atau sekumpulan kurva yang memperlihatkan batasan
dari tipe fasies dan metamorfosis yang berbeda ‐‐‐‐> akibat adanya gradien geotermalberbeda
di daerah terjadinya metamorfosis.
6.
Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Deskripsi Batuan Metamorf
a)
Warna
Warna
batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.mineral penyusun
batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya sehingga dari
warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya.
b)
Tekstur Batuan
Pengertian
tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang ada di
dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granularitas,
dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berhubungan erat dengan
komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan sejarah
pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses
sebelum,dan sesudah kristalisasi. Secara umum, tekstur metamorf terbagi atas
tekstur dan tekstur larutan sisa. Tekstur metamorf yaitu :
Lepidoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang tabular.
Nematoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang prismatic.
Porfiroblastik, apabila mempunyai tekstur porfiroblastik
Granoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang equedimensional
(granular) dengan batas – batas yang sutured. Mineral – mineralnya mempunyai
bentuk anhedral.
Granuloblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang equedimensional
(granular) dengan batas – batas yang unsutured. Mineral – mineralnya mempunyai
bentuk anhedral.
Relic, apabila tteksturnya berasal dari batuan terdahulu.
Hornfelsik, seperti granoblastik memperlihatkan tekstur mosaic tetapi tidak
menunjukkan orientasi.
Homeoblastik, apabila batuan terdiri dari atas satu tekstur saja.
Heteroblastik, apabila batuan terdiri atas lebih dari satu tekstur.
Granoblastik polygonal
c)
Struktur Batuan
Secara
umum struktur batuan metamorf terdiri atas :
1.
Foliasi
Struktur
paralel yang ditimbulkan oleh mineral – mineral pipih sebagai akibat dari
proses metamorphosis. Dapat diperlihatkan boleh mineral – mineral prismatic
yang menunjukkan orientasi – orientasi tertentu. Dihasilkan oleh proses
metamorfisme regional, kataklastik.
2.
Non-Foliasi
Struktur
yang dibentuk oleh mineral yang equidimensional yang terdiri dari butiran
butiran granular. Dihasilkan oleh proses metamorfisme kontak.
Struktur
– struktur yang biasa dikenal pada batuan metamorf adalah :
a)
Slaty cleavage : merupakan struktur foliasi planar yang dijumpai sebagai bibang
– bidang belah pada batu sabak.
b)
Granulose / hornfelsik : struktur yang tidak menunjukkan cleavage, merupakan
bmozaik yang terdiri dari mineral yang equidimensional, hasil dari
metamorphosis thermal
c)
Filitik : terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dari slaty cleavage, sudah
mulai terjadi pemisahan mineral granular (segregasi) tetapi belum sempurna,
lebih kilap daripada batu sabak.
d)
Schistose : struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral
equigranular, mineralnya pipih orientasi tidak terputus – putus.
e)
Gneistose : struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral
equigranular, orientasi mineral pipih terputus – putus oleh mineral granular.
f)
Milonitik : berbutir halus, menunjukkan gerusan – gerusan akibat granulation
yang kuat.
g)
Filonitik : gejala dan kenampakan mirip milonitik, tetapi sudah terjadi
rekristalisasi dan menunjukkan kilap sil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar